Rabu, 05 Juli 2017

Rumah Peninggalan Tahun 1914 di Desa Bumbulan, Pohuwato


"Rumah Tua"
"Rumah Kosong"
"Rumah Peninggalan Penjajahan"
"Pasti deh rumahnya banyak hantunya" 
Yaaapppp begitulah saya kalau sedang berbicara dengan diri sendiri. Berbagai macam pikiran negatif berkecamuk seakan saya tidak mau memasuki rumah tersebut. Tapi beda halnya dengan rumah tua yang saya kunjungi di Desa Bumbulan, Kecamatan Paguat.

Baca : Pohuwato | Suasana Tempat Pelelangan Ikan (TPI)  
Rumah tertua tahun 1914

Rumah tertua adat Gorontalo di Desa Bumbulan, Kec Paguat, Kab Pohuwato memang bukanlah tempat destinasi wisata. Saya termasuk orang yang beruntung karena dipersilakan masuk dan mengunjungi rumah tertua ini. Letaknya tidak jauh dari Tempat Pelelangan Ikan Desa Bumbulan. Sepintas melihat bangunannya masih sangatlah bagus dan kokoh, belum lagi warna catnya yang tidak terlihat lusuh membuat saya semakin penasaran seperti apa rupanya rumah tertua ini. 

Sudah 5 generasi yang menempati rumah tertua adat Gorontalo dari tahun 1914. Rumah tertua adat Gorontalo pun telah berumur 103 tahun masih tetap berdiri kokoh. 

Pemilik rumah ini bernama Fuad Junus Lie yang menganut agama kristen dan masuk agama islam sehingga namanya pun berubah.

Fuad Junus Lie menikahi salah satu gadis asal Gorontalo yang akhirnya membuat rumah yang hingga kini masih ada wujudnya dan sangat terawat.


Ibu Ori dari generasi kelima

Ibu Ori adalah generasi terakhir yang menempati rumah tertua adat Gorontalo. Beliau begitu ramah menyambut kedatangan kami. Saat kunjungan kami kesana suaminya sedang tertidur pulas diujung pintu dan putrinya sedang santai menonton TV. 

Ibu Ori terus tersenyum saat kami berinisiatif menanyakan perihal terdahulu tentang rumah tertua ini. Padahal belum lama ini Ibu Ori baru saja berduka karena menantunya meninggal saat hamil tua. 

Pak Abi Daeng Metteru duduk di kursi tertua 1915

Kursi yang di duduki Pak Abi memang dibuat pada tahun 1915. Namun siapa sangka kalau itu adalah kursi satu-satunya yang masih bertahan hingga saat ini. 

Ibu Ori menjaga semua peninggalan turun temurun, tak ada sedikit pun dari bangunan rumah ini dirombak karena memang Ibu Ori ingin menjaga keasliannya seperti dahulu kala.


Rumah peninggalan penjajahan Belanda ini memiliki 3 buah pintu yang tinggi dibagian depan berbahan dasar kayu. 

Jendelanya pun tidak berkaca melainkan dari kayu dengan ukuran setengahnya pintu bagian depan. Pintunya pun bertirai hanya dibagian atasnya saja sedangkan jendela tirainya menutupi seluruh bagian. 


Rumah ini terdiri dari 4 kamar yang memanjang kebelakang sehingga seperti adanya lorong kebagian belakang yang berujung dengan ruangan dapur. 



Foto-foto terahulu pun di pajangnya dengan menggunakan pigura agar fotonya tak rusak dan masih awet hingga kini. 

Konon ada mitos yang sering terdengar perihal keberadaan rumah ini. Jadi dulu itu bagi siapapun yang meninggalkan rumah ini akan mati. Sehingga ada salah seorang perempuan yang berani meninggalkan rumah lalu dibunuh oleh pasukan kerajaan. Sampai akhirnya hingga kini masih bergentayangan arwahnya. 

Entah cerita ini hanya legenda aja atau memang benar adanya. Tapi itulah yang saya dapatkan dari Ibu ori.


Sebenarnya kami merasakan nyaman saat berisitirahat di rumah Ibu Ori karena angin semilir begitu sejuknya membuat kedua mata saya ingin terpejam sejenak. Sangat nyaman dengan suara pohon yang bergerak akibat angin yang terus menghembus hingga saya pun enggan beranjak dari rumah Ibu Ori. Tapi itu hal yang tidak mungkin karena masih ada beberapa tempat yang harus kami kunjungi. 

Terima kasih Ibu Ori atas sambutannya yang hangat

***

Setelah berkunjung dari rumah Ibu Ori ada jembatan penghubung dari kayu yang instagrammable banget. Akhirnya kami pun turun sejenak hanya untuk mengambil beberapa foto disini.




Sekian sudah kunjungan kami di Desa Bumbulan, Kecamatan Paguat. Buat teman semua yang ingin berkunjung ke rumah tertua adat Gorontalo, mohon datang dengan sopan dan ucapkan salam terlebih dahulu. Karena Rumah tertua adat Gorontalo bukanlah tempat wisata.


Cheers,

#pohuwatogoesdigital
Dian Juarsa
5 May 2017

1 komentar:

Yuk ah komen daripada cuma sebarin Spam

Copyright 2012 Dian Juarsa. Diberdayakan oleh Blogger.