Selasa, 19 September 2017

Keindahan panorama Rumah Pohon Molenteng adalah Pulau Seribu, Nusa Penida


Indonesia memang terkenal akan keramahan penduduknya. Terbukti sudah banyak wisatawan yang menyukai Indonesia karena keramahan penduduk dan indahnya alam Indonesia namun sayangnya aksi teror lah yang membuat Negara Indonesia seakan tidak aman untuk dikunjungi. 

Bali termasuk tempat wisata yang sangat digandrungi oleh para wisatawan asing. Memang eksotisnya Pulau Bali selalu menawarkan hal baru bagi para wisatawan. Tidak hanya alamnya saja yang cantik, kehidupan malamnya pun seakan memberikan warna yang begitu menggiurkan bagi para pengunjung. Bali seakan tak ada kata matinya, selalu ada saja hiburan yang tersajikan setiap hari. 

Nah kalau ke Bali sesekali coba deh nyebrang ke Nusa Penida. Pantai disana tak kalah cantiknya seperti pantai yang ada di Bali. Penyebrangan dari Pelabuhan Sanur hanya memakan waktu sejam perjalanan menuju Pelabuhan Toyapakeh (Baca Disini)

***

Ada baiknya setelah sampai di Nusa Penida langsung ke bagian barat setelah itu ke bagian timur. Tapi karena penginapan kami berada di bagian timur. Walhasil kami harus berkunjung ke tempat wisata yang berada di timur.

Perjalanan kami yang penuh rintangan ke arah Pantai Atuh memang memberikan kenangan luka di lutut. Setelah puas mengunjungi Pantai Atuh yang tengah surut (Baca Disini). Kami sempat akan balik ke penginapan karena memang saran ibu warung yang mengatakan bahwa ada tempat yang lebih kece lagi yaitu Rumah Pohon. Kami sudah menyerah karena kami tak tahu persis tempatnya dimana karena hari semakin sore. Kami sempat diberi wejangan, kalau bisa jangan lebih dari jam enam sore untuk sampai di penginapan karena jalanan sangat gelap dan tidak ada penerangan.

Saat setengah perjalanan, kami kembali dipertemukan dengan turunan yang terjal. Jeje sudah trauma karena terjatuh dari motor. Memang Jeje lebih memilih untuk turun dari motor daripada harus merasakan jatuh lagi untuk kedua kalinya. Namun saat Jeje turun dari motor, ada Bli yang menyapa kami dari arah kiri.

"Aduuuhh kakinya kenapa itu berdarah?"
"Abis jatuh Bli pas ke Pantai Atuh"
"Sekarang kalian mau kemana?"
"Palingan balik ke penginapan aja. Soalnya kami gak tau Rumah Pohon dimana Bli"
"Yaudah saya antar ke Rumah Pohon yah, dekat kok dari sini"
"Waahh beneran Bli, yaudah oke Bli boleh"

Tanpa pikir panjang kami pun mengiyakan ajakannya Bli. Jeje dibonceng dengan Bli dan saya mengikutinya dari belakang. Namanya juga jalan yang sangat rusak dan saya terbilang newbie kalau jalan didaerah sini. Bli itu melaju sangat kencang dan saya ditinggal begitu saja. Untungnya keberadaan mereka masih terpantau oleh pandangan saya. Walaupun sudah tertinggal sangat jauh setidaknya saya tau harus berbelok kearah mana. Lagipula untuk menuju Rumah Pohon molenteng ini ternyata kami hanya berbelok ke kanan saja karena kalau belok kiri itu ke arah Pantai Atuh. 

Nah saat belokan ke kanan jalanannya tidak separah saat kami akan ke Pantai Atuh. Jalan landai yang berpasir masih terbilang aman untuk dilewati bahkan untuk melaju lebih cepat pun tak jadi masalah. Kecepatan maksimal saya hanya 40km/jam. Beda halnya saat ke Pantai Atuh dengan kecepatan 20km/jam itu pun beberapa kali saya tidak gas motor sama sekali karena motor melaju dengan sendirinya saat turunan terjal. Tangan saya harus lihai memainkan rem kedua tangan.
Rumah Pohon Molenteng

Akhirnya tiba juga di parkir motor yang dikenakan biaya Rp. 10.000/orang. Biaya sudah termasuk parkir motor karena kami tidak dikenakan biaya parkir lagi disini.

Bli yang mengantarkan kami tidak ikut turun kebawah karena lebih memilih menunggu kami diatas saja karena banyak temannya yang sedang bermain disana.

"Bli tinggalin kita aja kalau emang kelamaan yah"
"Aaahh lama juga gak apa-apa kok, saya tungguin disini"
"Gak apa Bli, kita gak enak tar makin ngerepotin kalo ditungguin"
"Yaudah turun aja dulu tar kesorean lagi"

Karena permintaan Bli seperti itu, yasudahlah kami turun sekarang juga karena memang hari semakin sore. Angin sore hari di Rumah Pohon Molenteng sangat kencang. Banyak pengunjung yang telah naik dan akan melanjutkan perjalanan ke tempat lain. Namun kami berdua baru akan turun ke bawah. Tak apalah, setidaknya saat sampai dibawah kondisinya sangat sepi dari pengunjung lain.   
Railing tangga berupa tali tambang

Saat akan turun melewati tangga yang alakadarnya, kami berdua sempat terdiam sejenak karena memikirkan kembali apakah kami sanggup melewati anak tangga yang terlihat tidak aman ini, apalagi railing tangganya berupa tali tambang. Ditambah lagi luka kami yang masih membuat kaki terasa lemas karena cenat cenut. Tak lama kemudian lamunan kami berdua terpecahkan karena ada yang menyapa kami dari samping.

"Kaki kalian kenapa? udah di obatin?"
"Jatuh pak dari motor. Udah dikasih alkohol sih"
"Tapi gak apa-apa kan kakinya. Apa masih sakit?"
"Lumayan pak masih cenut-cenut hehe"
"kalau mau turun hati-hati yah. Silakan kalian jalan duluan"
"Iya pak terima kasih"

Sempat mengobrol sebentar dengan bapak yang berbaik hati ini yang mau menjaga kami. Tapi tak lama kemudian, Kami tidak enak dengan bapak yang sepertinya terlihat terburu-buru.

Kami kebanyakan terdiam sejenak karena memang setiap turun harus menahan rasa sakit. Akhirnya kami pun gak enak dengan bapak yang ada dibelakang kami.

"Pak duluan aja, kami masih mau foto-foto dulu disini"
"Oh gituuu..yaudah saya duluan ya dek. Saya sudah ditunggu dibawah"
"Iya pak mariiii"

Memang penduduk di Nusa Penida ini sangat baik, ramah dan perhatian. Saking perhatiannya, lutut kami yang terluka selalu menjadi sorotan utama. Memang luka kami terlihat besar di bagian lutut. Makanya tiap orang yang melihat kondisi kami seakan mengasiani kami. Karena memang lukanya tidak kami perban. Dibiarkan begitu saja biar gak blenyek (kalo gak ngerti artinya, japri aja :p). 

Rumah Pohon terlihat dari ketinggian

Dari ketinggian, Rumah Pohon sudah terlihat dengan sinar matahari senja yang begitu cerah seakan matahari masih belum mau terbenam. Kedatangan kami sore itu tepat pukul 16.45 PM. Waktu yang sangat singkat unuk menikmati keindahan Pulau Seribu. Kami hanya memiliki waktu sejam saja untuk menikmati keindahan panorama Pulau Seribu.

Satu persatu tangga kami lewati secara perlahan, setapak demi setapak kami jajaki anak tangga yang masih berupa batu alam. Belum ada tangga yang telah direnovasi. Saat berpapasan dengan pengunjung lain, kami memilih untuk berhenti sejenak dan membiarkan pengunjung lain untuk terlebih dahulu naik keatas. kami tidak ingin terlalu terburu-buru dalam mengambil langkah. Karena akan sangat berbahaya jika memaksakan kaki untuk menuruni tangga secara cepat.
Panorama Pulau Seribu dari samping

Tak lama kami berhenti ada jalan ke arah kiri dengan  pemandangan Pulau Seribu yang begitu cantik nan elok. Deru ombak yang terus berkejaran ke pesisir pantai terlihat begitu indah dari ketinggian. Banyak Tebing menjulang tinggi seakan terlihat seperti imitasinya Wayag Raja Ampat tapi memang tidak sebanyak disana. 

Banyak pengunjung yang mengklaim tidak perlu jauh-jauh ke Raja Ampat karena di Nusa Penida pun juga ada pemandangan yang sama. Sebenarnya setiap destinasi wisata memiliki keunikannya tersendiri. Walaupun Pulau Seribu terlihat hampir sama dengan Wayag Raja Ampat, pasti banyak perbedaan saat mengunjungi destinasi wisata keduanya. Tak perlu berkecil hati dengan biaya yang sangat mahal untuk dapat mencapai kesana. Selagi ada niat pasti ada jalan kok untuk bisa menuju kesana. Asalkan yakin saat itu akan datang diwaktu yang tepat. karena di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Semangat!!!

Keindahan Panorama Pulau Seribu
Rumah Pohon Molenteng

Masih melanjutkan perjalanan untuk terus menuruni tangga yang alakadarnya. Kami berkali-kali berpapasan dengan pengunjung dan dengan sapaan yang sama "kakinya kenapa mba?". Kami pun menjawab berkali-kali dengan jawaban yang sama "Jatuh dari motor". Hahhahaa... 

Walaupun agak bosan dengan jawaban yang berulang kali kami ucapkan tapi setidaknya jadi ada rasa iba sama diri sendiri. Sedih banget yaaa sampai segitunya melihat luka kami yang tidak seberapa ini. hihihi..


Akhirnya beberapa meter kami menemukan jalan yang landai. Nah dijalan yang landai ini banyak bapak-bapak yang sedang mengerjakan Rumah Pohon. Disana sudah ada 2 Rumah pohon yang telah di tempati wisatawan asing. Walhasil bagi pengunjung lain yang ingin berfoto di Rumah Pohon tak dapat menginjakkan kaki disana. Katanya kalau sedang tidak ada pengunjung yang menginap disana. Rumah Pohon itu bisa untuk dijadikan lokasi foto yang instagrammable loh.

Keindahan Pulau Seribu dari ketinggian

Biasa sinar matahari sore berwarna keemasan

Kembali dengan tanjakan sekitar 50 meter untuk mencapai bukit yang dapat melihat keindahan Panorama Pulau Seribu dari ketinggian. Kami berpapasan dengan dua cewek asli dari Nusa Penida. Kembali mereka menanyakan kondisi lutut kami. Ternyata mereka orang asli dari Nusa Penida yang sama sekali tidak pernah mau mengunjungi Pantai Atuh karena tidak berani melintasi jalan yang berpasir dan berbatu itu. Mereka tau kalau kesana banyak sekali yang kecelakaan karena terjatuh dari motor. 

Mereka bilang kita berdua ini cewe yang pemberani. Sebenarnya kalau dipikir-pikir lebih tepatnya kita berdua itu cewek nekat yang tidak tahu kalau medan perjalanannya akan separah itu. Memang teman saya sudah mewanti-wanti kalau disana lebih baik naik ojeg aja atau gak bawa motornya jangan boncengan karena berbahaya. Tapi saya mengabaikan semua pesan teman saya yang terlebih dahulu kesini. 


Ternyata benar saja, banyak pengunjung wisatawan asing yang menggunakan motor sendiri-sendiri kalaupun boncengan pasti cowok cewek. Memang cuma kita berdua aja cewek yang berani boncengan keliling Nusa Penida. Hahaha..

Ada Pura di bukit tertinggi dari Rumah Pohon

Dimana ada Pura disana pasti ada Pantai. Disinilah kami sempat berisitirahat sejenak sebelum kami kembali menuju parkiran. membayangkannya saja untuk naik kembali pun malas sekali. rasanya ingin sekali ada eskalator disini. Haha..

Menikmati semilir angin yag sepoi-sepoi kami memandangi keindahan Pulau Seribu dari ketinggian. Langit seakan terasa mulai gelap karena biasan mentari senja hampir tidak terlihat. Kami hanya memiliki waktu yang tak banyak lagi. Melihat keatas tebing dengan tatapan nanar dimana tempat kami parkir motor sudah membuat kami membayangkan rasa capeknya. Tapi kami hanya berdua saja sedangkan dijalan akan semakin gelap dan akan membahayakan kami berdua jika tidak bergegas kembali ke Kabeh Jati garden villa.
Muka lelah Jeje dengan lipsticknya yang cetar
Terpaksa...yah Terpaksa. Kami terpaksa harus naik turun bukit agar cepat sampai di parkir motor. Setiap kaki melangkah yang saya lihat hanyalah jajaran batu yang tersusun menyerupai tangga. Tak ada sekalipun saya ingin melihat keatas karena akan membuat harapan saya sia-sia. Terus menaiki tangga tanpa memikirkan apakah masih jauh atau tidak. Dipikiran saya hanyalah kata-kata untuk motivasi diri sendiri "Hayok Dian kamu bisa!!".

Tak disangka ternyata menaiki tebing dengan susunan anak tangga yang tersusun alakadarnya bisa cepat sampai tanpa melihat keatas. Sebenarnya semua itu kembali oleh pola pikir kita sendiri. kalau kita terus mengharapkan sesuatu tanpa aksi yang nyata. hasilnya ya akan nihil. Tapi kalau kita lalui rintangan yang ada didepan mata tanpa memikirkan kendala apa yang akan terjadi karena sesuatu yang terjadi adalah proses dalam pencapaian apa yang kita inginkan. pasti akan cepat sampai tujuannya.  

Biasan sinar mentari senja


Akhirnya sampai juga diatas tebing, Kami masih tak sanggup melanjutkan perjalanan ke parkiran karena nafas tersenggal-senggal dan butuh air minum karena saat perjalanan turun kebawah tidak membawa air minum. 

Ada sebuah warung yang menjajakan aneka cemilan dan minuman. Istirahat sejenak sembari menikmati langit sore yang begitu indah membuat kami enggan untuk beranjak. Namun lagi-lagi ingatan saya mulai teringat kembali bahwa kami tidak boleh pulang lewat dari jam enam sore karena kondisi jalan sangat gelap dan tidak ada penerangan selama dijalan. 

"Je kita jalan sekarang yuk"
"yaudah yuk balik sekarang"
"kira-kira Bli yang tadi nungguin kita gak ya?"
"Kalo dia pria sejati pasti nungguin kita kok"
"Oke..Kita lihat aja nanti. Nungguin kita apa gak?"

Eng ing eeeennngggg...Bli nya masih ada loh. Ternyata dia Pria Sejati karena masih nungguin kita sampai sesore ini. hahahaha warbiyasa ya bli ini.

Kami berdua tertawa lepas karena celetukan kita terbukti juga kalau Bli masih menunggu kami. Bli menemani perjalanan kami hingga pertigaan desa yang sudah berjalan aspal. Dari obrolan Jeje dengan Bli tadi, ternyata namanya Bli Gede yang melontarkan pertanyaan : 
"Bagaimana konsep Rumah Pohon kami mba"  

Sempat bingung mengapa Bli Gede menanyakan konsep dari Rumah Pohon tersebut. Ternyata Bli Gede ini pemilik dari Rumah Pohon Molenteng dan juga warung yang kami singgahi. Bli Gede bercerita bahwa dulunya pernah bekerja di Yunani dan kapal pesiar. Dia juga lulusan dari Akademi Pariwisata. Karena sering jauh dari keluarga. Akhirnya Bli Gede memiliki ide untuk membuat rumah diatas pohon yang akhirnya disewakan untuk penginapan, hingga akhirnya kini memiliki 2 Rumah Pohon dan akan dibuat 2 Rumah Pohon baru selanjutnya karena tidak disangka peminat wisatawan semakin meningkat sehingga rumah pohon masih dalam proses pembuatan.

***

Jadilah pribadi yang ramah. Kita tidak pernah tau akan bertemu siapa diluar sana. Jangan menilai orang dari penampilannya saja. Tapi nilai dari ketulusannya. 

Kami berdua bersyukur karena selama di Nusa Penida dengan kondisi jalan yang selalu sepi selalu ada saja pertolongan yang kami terima dari warga sekitar. Entah itu saat terjatuh dari motor, Hampir tersesat dijalan, Ada yang mau mengantarkan kami saat kesusahan, Membantu saya saat kesulitan parkir motor dan mengobati luka kami. Semuanya tulus kami rasakan dari bantuan mereka. 

Memang di kepulauan Bali ini penduduknya percaya akan KARMA. Kalau kamu baik sama orang lain, maka kebaikanmu akan dibalas dengan yang lain. Begitu pun sebaliknya. Pantas saja saat saya menceritakan kebaikan yang kami terima dari penduduk di Nusa Penida. Teman saya bilang "Berarti kamu orang baik Dian". Aaaahhh kok ya jadi geer sendiri dengernya. hahaha..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yuk ah komen daripada cuma sebarin Spam

Copyright 2012 Dian Juarsa. Diberdayakan oleh Blogger.