Rabu, 04 September 2019

Museum Benteng Vredeburgh mengenang sejarah perjuangan nasional


Tak perlu khawatir saat tiba di Jogja terlalu pagi karena ada tempat wisata yang dapat kamu kunjungi saat di pagi hari. Kalian bisa berjalan kaki dari Stasiun Tugu Jogja melewati pedestarian yang begitu nyaman.

Tepat pada hari selasa, 30 July 2019 pukul 05.44 AM kami tiba di Jogja. Sempat bingung hendak kemana setelah sampai di Jogja karena kami bisa check in di Queen of the south beach resort tepat pada pukul 02.00 PM.

Akhirnya kami pun berjalan kaki saja menuju tempat makan yang sudah buka di dekat area Stasiun Tugu Jogja. Ternyata tak sampai 100 meter ada Loco Coffee yang kekinian banget dekat Jalan Malioboro. Seperti biasa kalau di Jogja itu selalu kreatif tempat makannya.

Kami pesan nasi goreng dan juga kopi selama menghabiskan waktu sesaat sembari melihat kendaraan lalu lalang dengan polisi yang sedang sibuk mengatur jalan di pagi hari. Udara sejuk dengan cuaca yang begitu cerah membuat pagi kami terasa begitu menyenangkan.

Setelah menghabiskan sarapan yang kami pesan. Akhirnya kami pun berjalan kaki menyusuri Jalan Malioboro di pagi hari. Kalau tidak ada pedagang, jalanan terasa begitu luas sekali dan saat akan berfoto pun terlihat begitu bersih.

Entah sudah berapa lama saya belum menginjakkan kaki kembali di Jogja. Ternyata sekarang sudah ada Jogja Bike nya juga loh. Sayangnya barang bawaan kami terlalu banyak, sehingga kami tidak bisa menikmati Jogja Bike di pagi hari. hiks..

Jogja Bike di area Pedestarian Malioboro

Langkah mudah menggunakan Jogja Bike

Buat kalian yang penasaran dan ingin merasakan naik Jogja Bike juga. Ada caranya loh yang harus kalian perhatikan. Yaitu :
  • Download aplikasi Jogja Bike yang telah tersedia di Google Play setelah itu Registrasi lalu Login
  • Sentuh device pada stang sepeda hingga menyala dan tunggu sampai muncul "Saya Siap Pindai QR Code"
  • Setelah itu, scan QR Code hingga kuncinya terbuka
  • Lalu tarik sepeda dari dock. Maka sepeda dapat digunakan
  • Selesai bersepeda kembalikan ke shelter terdekat pada dock kosong

Jogja Bike beroperasi dari pukul 06.00 AM -10.00 PM yang memiliki 3 shelter yaitu pintu selatan Malioboro Mall, Kepatihan dan Loco Coffee Stasiun Tugu Jogja.

Kami pun melewatkan kesempatan keliling Jogja dengan sepeda begitu saja karena barang bawaan kami yang entah harus disimpan dimana. Jadilah kami hanya duduk di pedestarian jalan malioboro sembari menyeruput kopi dan susu coklat.

Istirahat sejenak di area pedestarian Malioboro

Setelah asik menghabiskan waktu di pedestarian Jalan Malioboro, kami pun masih terus berjalan kaki tanpa arah hahahahaa...

Iya tanpa arah karena kami tidak tau mau kemana lagi. Tujuan utama kita ya palingan duduk manis aja di Nol Kilometer Jogja. Belum sampai disana, Ternyata ada Museum Benteng Vredeburgh yang dimana kami berdua belum pernah mengunjungi museum tersebut.

Museum Benteng Vredeburgh dekat area nol kilometer Jogja

MUSEUM BENTENG VREDEBURGH

Museum Benteng Vredeburgh buka pada hari Selasa - Jumat pukul 07.30 - 16.00 WIB dengan biaya tiket masuk sebesar Rp. 3.000 saja. Sebenanrnya sempat ragu saat akan masuk kedalam Museum karena kondisinya kami membawa koper.

Akhirnya saya pun bertanya kepada penjaga yang sudah stand by di depan menyambut para pengunjung yang berdatangan di pagi hari.

"Pagi pak mau tanya kalau bawa koper bisa dititpkan gak yah?"
"Ohh bisa kok mba, sini saya masukkan kopernya dan nanti kartu penitipannya jangan sampai hilang yah"

Museum Benteng Vredeburgh di pagi hari

Wuaaahhh asik juga, Museum Benteng Vredeburgh memiliki penyimpanan barang bagi para pengunjung yang tidak mau kerepotan bawa barang kebanyakan.

Akhirnya kami pun dapat keliling museum tanpa perlu ribet gerek-gerek koper lagi deh. Oiyaahhh penitipan barang tidak dipungut biaya sepeser pun yah.

Sudah ada banyak pengunjung yang berdatangan di pagi hari. Tak disangka museum ini masih banyak pula peminatnya karena yang saya lihat pengunjung silih berganti menuju museum. 

Museum Benteng Vredeburgh terletak di Jalan Jend A Yani No. 6. Yogyakarta dan letaknya sangat strategis di Nol Kilometer Yogyakarta. Kalau kamu dari Stasiun Tugu Yogyakarta, Kalian bisa berjalan kaki menyusuri jalan malioboro yang bertepatan di ujung jalan sebelah kiri.

Bangunan Belanda masih berdiri kokoh 
Bangunan yang telah dipugar dan dilestarikan

SEJARAH SINGKAT MUSEUM

Bangunan kolonial Belanda ini berdiri pada tahun 1760 yang memiliki tujuan untuk mengawasi Keraton Yogyakarta yang telah disetujui oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I yang berkuasa saat itu.

Awalnya Benteng Yogyakarta memiliki nama Benteng Rustenburg yang memiliki arti Benteng Peistirahatan. Dulunya benteng ini terbuat dari batang pohon aren dan pohon kelapa pada bagian tiangnya, sedangkan pada bagian dinding hanya campuran batu dan tanah dan pada bagian atap terbuat dari ilalang.

Namun pada tahun 1767 akhirnya benteng ini dipugar menjadi lebih kokoh dengan tiang dan dinding menggunakan batu dan bata. Akan tetapi, pada tahun 1867 bencana alam gempa bumi yang begitu dahsyat membuat bangunan benteng menjadi rusak parah.

Akhirnya museum benteng pun dipugar kembali menjadi lebih besar dan kokoh. Museum ini pun berganti nama menjadi Museum Benteng Vredeburgh yang memiliki arti Benteng Perdamaian dan secara resmi dibuka untuk umum yang telah ditetapkan sebagai Museum Khusus Perjuangan Nasional pada tanggal 23 November 1992.


Bangunan ini dipugar dan dilestarikan, pada bagian luar dalam pemugaran masih tetap dipertahankan bangunannya seperti semula. Sedangkan pada bagian dalam benteng dipugar dan disesuaikan dengan fungsinya yang baru sebagai ruang museum.

Museum Benteng Vredeburgh memiliki denah museum seperti Ruang Pengenalan, Ruang Diorama I, Ruang Diorama II, Ruang Diorama III, Ruang Diorama IV dan Ruang Audio Visual.

Fasilitas umum yang berada di Museum Benteng Vredeburgh terdapat Toilet Umum yang bersih tapi agak sedikit spooky menurut saya, Akses Wifi, Booth Free Charger, Ruang Tamu, Ruang seminar/pertemuan, Ruang Pertunjukkan ( Audio Visual), perpustakaan dan playground anak.

Playground anak di dekat Ruang Diorama III & IV
Bisa charge handphone kamu loh disini
Kalian bisa explore juga loh sampai atas

RUANG DIORAMA I

Ruang Diorama I adalah ruangan yang pertama kami kunjungi saat tiba di Museum Benteng Vredeburgh. Saat memasuki ruangan itu, pendingin ruangan sangat terasa sejuk dan ruangan pun terawat dan sangat bersih. Semua patung dan miniatur yang berada didalamnya pun terawat dengan baik.

Bahkan pengatur suhu ruangannya pun sedang ada pengecheck-an. Ternyata suhu ruangan juga sangat diperhatikan agar miniatur yang berada di dalam box kaca juga tetap awet dan tidak mudah rusak.

Ruangan pertama yang kami masuki ada patung Ibu Fatimah sedang menjahit Bendera Pusaka Merah Putih. Ibu Fatimah adalah istri Soekarno yang telah berjasa membuat Bendera Pusaka Merah Putih dengan desain bendera yang dibuatnya berdasarkan bendera majapahit pada abad ke 13 yang terdiri dari sembilan garis berwarna merah dan putih tersusun secara bergantian.

Bendera Pusaka terdiri dari dua warna yaitu Merah di atas dan Putih di bawah dengan ratio 2:3. Warna merah melambangkan keberanian sedangkan warna putih melambangkan kesucian.

Bendera Pusaka pertama kali dinaikkan pada saat Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pengangsaan Timur 56 Jakarta.

Bendera dinaikkan pada tiang bambu oleh pengibar Bendera yang dipimpin oleh Kapten Latief Hendraningrat. Setelah dinaikkannya Bendera Pusaka Merah Putih, Lagu Indonesia Raya kemudian dinyayikan secara bersama-sama.

Ibu Fatimah sedang menjahit Bendera Merah Putih

Setelah asik membaca singkat sejarah Bendera Pusaka Merah Putih kami melanjutkan melewati tiap koridor yang memiliki miniatur yang bercerita awal mula perjuangan nasional yang dimana tiap miniatur yang dibuat memiliki karakter wajah yang sangat menyerupai aslinya.

Kalian lihat gambar dibawah yang dimana terdapat miniatur Stasiun Tugu Yogyakarta. Setiap miniatur terdapat uraian singkat yang dimana kami tau cerita singkat yang tertera pada miniatur tersebut sedang terjadi apa.

Pada miniatur yang terdapat Stasiun Tugu Yogyakarta terdapat pengangkutan bekas tahanan Belanda dan bekas tahanan Jepang diangkut dengan kereta api dari Stasiun Tugu Yogyakarta setelah pertempuran berakhir pada tanggal 28 April 1946 sebanyak 550 tahanan Belanda dan Jepang. 

Miniatur yang kedua terdapat kegiatan Militer Akademi di Yogyakarta yang bertempatkan di SMU BOPKRI I, Yogyakarta yang dimana pangsar Soedirman sedang menginspeksi Sekolah Militer Akademi (MA) Yogyakarta dalam acara setengah tahun MA.

Pengankutan bekas tahanan dan Kegiatan Militer Akademi Yogyakarta

RUANG DIORAMA II

Pada miniatur dibawah ini terdapat Presiden Soekarno dan Para Pembesar tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta ketika hijrah dari Jakarta.

Kondisi keamanan di Jakarta sudah tidak memungkinkan lagi untuk penyelenggaraan Pemerintahan RI. Ada upaya pembunuhan terhadap PM Sutan Sjahrir pada tanggal 26 Desember 1945, terhadap Amir Sjarifuddin pada tanggal 28 Desember 1945 ditambah adanya pendaratan pasukan marinir Belanda di Tanjung Priok tanggal 30 Desember 1945.

Oleh karena itu, Sidang kabinet pada tanggal 3 Januari 1946 memutuskan untuk memindahkan ibukota RI ke Yogyakarta. Selanjutnya pada tanggal 4 Januari 1946 Presiden Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan pemimpin negara lainnya hijrah ke Yogyakarta.

Presiden Soekarno dan Drs Muhammad Hatta hijrah ke Yogyakarta

Miniatur selanjutnya Presiden Soekarno sedang berpidato dan mencetuskan TRIKORA (Tri Komando Rakyat) dalam rangka pembebasan Irian Barat dari kekuasaan Belanda.

Pemerintah Indonesia telah berusaha secara terus menerus untuk membebaskan Irian Barat dari penduduk Belanda. Bahkan pada tanggal 17 Agustus 1960 Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda.

Dengan adanya situasi tersebut, Pemerintah Indonesia membentuk Dewan Pertahanan Nasional (DEPERTAN) pada tanggal 11 Desember 1961. Sidang DEPERTAN pada tanggal 14 Desember 1961 memutuskan untuk membentuk  Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat.

Selanjutnya, DEPERTAN berhasil merumuskan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 di Alun Utara Yogyakarta.

Trikora berisi tentang Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda, Kibarkan sang merah putih di Irian Barat tanah air Indonesia dan bersiap mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Presiden Soekarno sedang berpidato di Alun Yogyakarta

Perhatikan gambar dibawah ini, Ada beberapa bagian yang dimana benda-benda terdahulu masih tersimpan dan terawat dengan baik. 

Seperti halnya ada Jas Hujan yang berwarna krem lengkap dengan hoodie (ponco). Jas hujan tersebut milik polisi yang memiliki peran sebagai ujung tombak pelayanan masyarakat. 

Polisi bertugas sebagai penegak hukum dan Kamtibmas. Jas hujan ini digunakan oleh Bapak YB Jumrot yaitu salah satu anggota polisi negara Indonesia periode 1946 - 1949.

Jas Hujan inilah yang digunakan beliau saat menjalankan tugas di sekitar Gedung Agung Yogyakarta saat ibukota RI pindah ke Yogyakarta. Bapak YB Jumrot ikut serta dalam menjaga keamanan dan ketertiban.

Seragam putih tersebut memiliki sejarah dalam peperangan. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan tidak selalu dengan memikul senjata di garis depan. 

Akan tetapi, para anggota PMI pun ikut turut serta dalam memperjuangkan bangsa di garis belakang. Tidak sedikit korban perang yang dapat ditolong oleh anggota PMI saat peperangan. Walaupun peralatan yang mereka gunakan masih terbilang sangat sederhana.

Jas Hujan, PMI, Mata uang Jepang dan Peralatan Dokter

Masih perhatikan gambar diatas terdapat Pedang dan mata uang Jepang. Pedang yang memiliki sejarah dalam pelucutan senjata Jepang di Yogyakarta yang terjadi pada tahun 1945 - 1946 adalah miliki Pak Siswo Pawiro. Beliau turut serta dalam peperangan saat itu.

Sedangkan gambar yang terakhir adalah Peralatan Dokter. Nama benda diatas adalah proyektor film, merk Ampro Stylist No. 108235 yang dimana peralatan ini digunakan untuk memutar film-film dokumenter tentang ilmu kedokteran bagi mahasiswa kedokteran.

Peralatan ini pernah digunakan oleh bagian laboratorium Ilmu Fakultas Kedokteran UGM pada saat masih berada di Mangkubumen - Keraton Kesultanan Yogyakarta.

RUANG DIORAMA III

Patung yang terdapat di Diorama III

Diorama III menggambarkan adegan peristiwa sejarah sejak perjanjian Renville sampai dengan adanya pengakuan Kedaulatan RIS pada tahun 1949. Kebayang gak sih kalau kita berada di posisi mereka saat perang.

Memasuki ruangan Diorama III bulu kuduk berasa berdiri karena kedinginan denk hahahaaa...

Tapi ini serius, ruangannya agak sedikit gelap yang dimana patung tersebut memberikan kesan saat peperangan terjadi. Mereka membawa senjata untuk melawan para tentara. Lihat saja pakaian yang dikenakan pun tak berseragam. Alkadarnya saja kan!!!

Misi pengeboman pertama penerbang Indonesia

Misi pengeboman tersebut merupakan operasi udara pertama dalam sejarah RI melawan agresor dan aksi balasan terhadap Belanda yang sejak tanggal 2 Juli 1947 melakukan penyerangan dengan menyerbu Republik Indonesia.

Ada dua pesawat Chureng dan satu pesawat Guntei melakukan serangan udara atas target Belanda di Semarang, Salatiga dan Ambarawa.

Ketiga pesawat tersebut diterbangkan oleh Kadet Sekolah Penerbang AURI.

Pesawat Pertama jenis Guntei diterbangkan oleh Penerbang Mulyono dengan penembak Dulrachman menyerang Semarang.

Pesawat Kedua jenis Chureng diterbangkan oleh Penerbang Sutardjo Sigit dengan penembak Sutardjo menyerang Salatiga.

Pesawat Ketiga, jenis Chureng diterbangkan oleh Penerbang Suharmoko Harbani dengan penembak Kaput menyerang Ambarawa.

Meski menghadapi kesulitan teknis karena primitifnya sarana pelepasan bom, misi bisa dikerjakan dengan baik. Bahkan Sutardjo Sigit menjatuhkan bom bakar dengan menggunakan kedua tangannya. Warbiyasa yaahhh keren sekali anda!!

Untuk menghindari sergapan pesawat pemburu Belanda P-40 Kitty Hawk (Curtiss), Ketiga penerbang terbang rendah di atas puncak-puncak pohon. Setelah mendarat meyelesaikan misinya, ketiga pesawat tersebut segera disembunyikan.

RUANG DIORAMA IV

Patung ini berada di depan Diorama IV
Area Peristirahatan di Museum Benteng Vredeburgh
Sayangnya saat memasuki Diorama IV kami tidak sempat berkeliling karena saya menolak masuk ke dalamnya. Tempatnya agak sedikit gelap, pencahayaannya pun kurang jadi bikin saya takut untuk masuk ke dalam.

Walhasil kami pun berkeliling mengitari Museum Benteng Vredeburgh yang memiliki area peristirahatan. Bahkan untuk memasuki Ruang Audio Visual pun kami skip juga karena waktu telah menunjukkan pukul 11.00 AM yang artinya kami harus bergegas menuju hotel.

Konon katanya, Museum Benteng Vredeburgh ini seringkali digunakan untuk event tertentu. Nah bagi para tamunya dapat menginap di area peristirahatan Museum Benteng Vredeburgh.

Hmmm kalau dipikir-pikir yah kok mereka mau menginap di tempat ini. Kalau posisi saya yang mengharuskan menginap disana, Lebih baik saya menolaknya. Hahahhaa...

Sekian sudah perjalanan kami mengelilingi Museum Benteng Vredeburgh. Salut sekali dengan perawatannya yang sangat tertata rapi. Bahkan setiap diorama memiliki kategori tertentu sehingga dapat dikaji walaupun dalam waktu yang singkat.

Setiap miniatur yang telah dibuatnya membuat para pengunjung terbawa suasana yang terjadi dahulu kala. Sungguh luar biasa perjuangan mereka hingga kini Republik Indonesia damai sentosa. Merdeka!!!!


Cheers,
4 Sep 2019

DISCLAIMER :
Tulisan ini murni dari pengalaman pribadi. Seluruh biaya yang dikeluarkan pun dari uang kami sendiri. Tidak ada paid promote, collaboration ataupun Sponsorship.

2 komentar:

  1. Malioboro sudah banyak berubah sejak terakhir saya ke sana, jadi kangen Jogja nih.
    Banyak yang bisa dipelajari ya di benteng Vredenburgh, bagus nih kalau ke sana sama anak-anak, biar mereka bisa belajar sejarah dengan cara yang berbeda

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berubah semakin lebih baik ya kak. Apalagi kalau oas jalan pagi disana. Segeeerrr banget. Iya kak museum benteng vredeburgh emang tempat yg pas ajak anak kesini

      Hapus

Yuk ah komen daripada cuma sebarin Spam

Copyright 2012 Dian Juarsa. Diberdayakan oleh Blogger.