Senin, 13 Maret 2017

Keliling Kota Solo : Taman Sriwedari - Citywalk Slamet Riyadi - Pasar Gede Hardjonagoro


Solo memiliki Taman Hiburan Rakyat yaitu Taman Sriwedari. Konon Taman ini dibangun oleh Paku Buwono X dimana tempat ini selalu diselenggarakan Tradisi Hiburan Malam Selikuran. Taman ini lebih dikenal dengan sebutan THR Sriwedari, tempat yang cocok untuk rekreasi anak dan juga keluarga. 

Aneka hiburan yang terdapat di Taman Sriwedari ini sangat beragam antara lain Mini Coaster, Bom Bom Car, Mini Water Park, Monorail dan lain-lain. Selain itu, terdapat panggung hiburan dan fasilitas publik untuk menarik minat orang dewasa dan juga untuk mendukung kegiatan lainnya seperti Pentas Seni, Apresiasi Seni, Parade Band, Konser Musik dan masih banyak lagi. Tak ayal tempat ini selalu ramai oleh pemuda yang juga hanya sekedar duduk-duduk dibawah pohon rindang sembari memainkan gitar dengan suara penyanyi yang begitu syahdu.

Pintu utama Taman Sriwedari

Taman Sriwedari buka setiap hari dari pukul 10.00AM - 22.00PM. Kedatangan saya kesana pun tak ikut merasakan permainan disana karena memang pemainan disana dikhususkan untuk anak-anak. Maka dari itu, buat kalian yang ingin mengajak keluarga untuk sekedar refreshing sembari ajak anak. Datangi saja Taman Sriwedari ini dengan berbagai macam permainan. 

Sepanjang mengeliling Taman Sriwedari ada beberapa rumah makan berjajar, Tak perlu khawatir kalau lupa bawa makanan dari rumah. Karena sudah banyak sekali pedagang yang menjajakan makanannya disana.

Gedung Wayang Orang, Taman Sriwedari

Didalam Taman Sriwedari ini terdapat Wayang Orang Sriwedari. Namun sayangnya saat saya berkunjung kesana sedang tidak ada pementasan. Walhasil kedatangan saya kemari pun tak bisa dilanjutkan kembali karena memang taman ini hanyak cocok untuk keluarga dan anak-anak.

Gedung Wayang Orang Sriwedari adalah gedung pertunjukkan wayang orang yang menyajikan cerita berdasarkan cerita Ramayana dan Mahabrata. 

Pada saat kesempatan tertentu dapat digelar cerita wayang orang gabungan antara wayang orang Sriwedari dengan wayang orang RRI Surakarta dengan seniman dari berbagai macam kota seperti Jakarta, Semarang ataupun Surabaya.

Tak banyak yang bisa saya lakukan selama di Taman Sriwedari, mau nongkrong dibawah pohon rindang pun tak membuat saya tertarik untuk melakukannya karena sayang sekali sudah ke Solo tidak pergi ketempat lainnya yang bisa saya kunjungi. Karena pastinya masih ada beberapa tempat yang unik disana. 

Perjalanan pun kami lanjutkan, beruntungnya saat kami melakukan perjalanan, hujan sudah berhenti sedari tadi. Jadi kami tidak akan kehujanan selama melakukan perjalanan.

Kawasan Slamet Riyadi Solo

Keadaan yang tak terlalu macet walaupun padat dengan pemandangan disekeliling banyak sekali bangku taman yang berjajar di trotoar. 

Beberapa sepeda lalu lalang di trotoar tersebut, Namun tak membuat pejalan kaki merasa risih dengan kehadiran orang yang sedang mengayuh sepedanya secara perlahan. 

Ada juga warga yang sedang duduk di bangku yang telah disediakan selama di trotoar tepat dibawah pohon rindang dengan udara yang begitu sejuk karena memang siang itu tak ada terik matahari karena baru saja habis turun hujan. 

Yap begitulah nuansa Solo yang jarang sekali macet. 

Pedestarian yang berada di Jalan Slamet riyadi mempunyai lebar 3 meter dan panjang 4 km membentang dari Stasiun Kereta Api Purwosari di pinggir kota bagian barat sampai Gapura Gladag sebagai pintu masuk kawasan Keraton Surakarta yang berada di pusat kota Surakarta. 

Kawasan ini memang sangat nyaman bagi para pejalan kaki ditambah lagi banyak disediakannnya bangku taman untuk keindahan tatanan taman kota di Jl Slamet Riyadi. 

Seperti yang kita ketahui bahwa Slamet Riyadi adalah pahlawan nasional yang bernama lengkap letkol Ignatius Selamet Riyadi yang berjuang merebut kekuasaan Solo dari tangan penjajahan. 

Tak ada kendaraan yang ugal-ugalan atau kebut-kebutan di area Jl Slamet Riyadi karena memang tak jauh dari Patung Slamet Riyadi terdapat Pos Polisi dan saya pun dapat kesempatan untuk bisa foto ditengah jalan tepat dibawah Patung Slamet Riyadi. 

Maksud hati mau ikutin gaya beliau tapi ternyata arah kepala saya berbeda dari Patung tersebut. Hahhaa.. 

Solo dengan penunjuk arah yang unik

Tatanan kota Solo yang begitu cantik dengan banyak hiasan lampu yang unik disertai dengan penunjuk arah yang etnik  dikemas lebih menarik membuat saya merasa puas mengelilingi Kota Solo. Karena memang bisa dibilang kawasan disini Instagramable banget. 

Pedestarian yang begitu lebar seakan membuat pejalan kaki terasa nyaman begitu melewati jalan ini. Memang Solo sangat mementingkan kenyamanan pejalan kaki dan kawasan ini sering disebut Citywalk Slamet Riyadi.

Penunjuk arah di Kota Solo yang bertuliskan Benteng Vastenburgh adalah tempat yang harus dikunjungi. 

Tapi sayang, kini Benteng tersebut tidak dapat dimasuki oleh wisatawan luar. Kalau kesana hanya bisa di bagian depannya saja. Karena saya merasa tidak terlalu tertarik kalau tidak dapat masuk ke Bentengnya. Walhasil saya lebih memilih tempat unik lainnya agar dalam waktu sehari bisa puas keliling Kota Solo.


Gedung Bank Indonesia

Tak jauh dari tempat berfoto dengan Slamet Riyadi saya menemukan bangunan Belanda yang sangat unik dan pastinya instagramable banget. Waktu yang tepat bersandar di bangunan tua karena memang hari terasa begitu sepi dan sejuk. 

Tak ada satu orang pun yang lalu lalang ditempat ini. Memang saya sedang beruntung saat itu, Jadi tak ada istilah foto bocor. Lagi lagi saya terpana dengan tempat seperti ini, Karena saya dapat menikmati pemandangan jalanan kota Solo yang tak begitu padat, Langit yang mendung, pohon yang terus bergerak akibat angin semilir yang mengakibatkan dedaunan berjatuhan dan berserakan.

Melanjutkan perjalanan kembali menuju Pasar Gede Hardjonagoro yang berjarak hanya 400 meter saja dari Gedung Bank Indonesia. 

Sepanjang menyusuri jalan kami memasuki gerbang Pasar Gede Hardjonagoro. Lampion menghiasi sepanjang jalan menuju Pasar Gede Hardjonagoro. Kendaraan yang lalu lalang memang tidak bisa dibilang sedikit namun tak juga terlalu ramai. 

Kami memarkirkan motor tepat disamping Pasar Gede Hardjonagoro. Memang tak ada yang saya cari ditempat ini, Namun disini ada lokasi pecinan disamping kanan Pasar Gede Hardjnagoro.

Pasar Gede Hardjonagoro



Lokasi Pasar Gede Hardjonagoro merupakan daerah Pecinan kota Solo. Maka dari itu, banyak pedagang yang berjualan disini mayoritas keturunan Tionghoa. Bangunan di sekitar Pasar Gede pun khas Pecinan. Unik sekali kota Solo ini, beragam budaya dan etnis ada disini. 

Pasar Gede hardjonagoro memadukan bangunan khas Jawa dan Belanda. Tempat ini pun selalu dijadikan salah satu tujuan wisata utama. 

Bulan lalu pun perayaan Imlek dilakukan di Pecinan Kota Solo ini dengan beragam kembang api diletuskan kelangit yang menyemburkan aneka warna yang terlihat cantik namun dentuman keras terdengar sangat memekakan telinga. 

Begitulah info yang saya dapat dari teman yang datang juga di perayaan Imlek bulan lalu. Memang sangat meriah perayaan imlek di Pecinan Kota Solo karena memang mayoritas penduduk disini adalah keturunan Tionghoa.





Menuju arah selatan Pecinan Kota Solo tepat disamping Pasar Gede hardjonagoro terdapat sebuah Vihara yang bernama Klenteng Vihara Avalokitesvara tien Kok Sie berwarna merah dan kuning keemasan. 

Vihara memang selalu selalu identik dengan warna merah dan kuning keemasan. Saya selalu suka melihat warna yang terang seperti Vihara karena melambangkan keberanian, itu menurut saya loh yah. 



Entah lampion itu apakah akan selalu dipasang karena Lokasi ini biar terlihat etniknya atau memang belum dibongkar setelah perayaan imlek. Tapi pastinya tempat ini memang sangat wajib dikunjungi para wisatawan. Ibarat kata, kalau tidak kesini tandanya belum pernah ke Solo. Makanya coba kunjungi Pasar Gede Hardjonagoro agar masuk ke daftar list perjalanan mu. Karena kamu akan menemukan keunikan tersendiri dari tempat yang kamu kunjungi. 

Oke guys perjalanan masih juga belum berlanjut. Yuuukkk kita jalan lagi ke Pasar Antik Triwindu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yuk ah komen daripada cuma sebarin Spam

Copyright 2012 Dian Juarsa. Diberdayakan oleh Blogger.